Sejatinya kebaya adalah busana dengan bukaan depan yang dipadukan dengan kain panjang semata kaki, dilengkapi penggunaan alas kaki berbentuk selop dan rambut bersanggul. Begitu penjelasan yang diberikan oleh desainer ternama Musa Widiatmodjo. Karenanya, untuk hari pernikahan pun Anda harus berhati-hati dengan pemilihan kain yang akan dikenakan sebagai padanan kebaya. Seperti kain batik, setiap motif memiliki makna tersendiri. Bila mengenakannya untuk momen atau waktu yang tidak tepat, bukan tidak mungkin Anda akan menjadi bahan pembicaraan bagi mereka yang mengerti. Bahkan dikhawatirkan dapat berakibat buruk pada kehidupan pernikahan Anda kelak. Hal yang sama berlaku juga pada pada wastra lain seperti kain tenun, songket, atau tapis, yang juga merupakan pendamping kebaya dari daerah lain selain Jawa.

1. Batik

Dalam pernikahan bertema Jawa baik Yogyakarta dan Solo, kain batik dikenakan sebagai pendamping kebaya. Namun kain batik dari dua daerah tersebut memiliki ciri khas yang dapat dibedakan dari bentuk motif dan warna. Batik Solo memiliki karakteristik dari warnanya yang sogan (kecoklatan), sementara batik Jogja biasanya bermotif besar dengan warna dasar putih disertai warna sogan untuk bagian motif. Dari ratusan motif batik, ada beberapa motif yang perlu dihindari pemakaiannnya dalam pernikahan. Motif tumbal kanoman dengan ciri bentuk segitiga harus dihindari calon pengantin jika tidak ingin keuangan rumah tangganya selalu kekurangan. Dan motif parang yang dapat menjadi sebab rusaknya tali pernikahan. Corak batik yang paling banyak diminati pasangan pengantin adalah corak ceplok yang melambangkan keteraturan hidup. Ada beberapa macam jenis corak ceplok yang terdiri dari Ceplok Cakar Ayam, Ceplok Supit Urang, Ceplok Gandosan, Ceplok Gendang Waru, Ceplok Lung Slop, Ceplok Gambir Saketi, Ceplok Peksi Kirna, Ceplok Gurameh. Selain motif ceplok, motif sida pun baik dikenakan karena mengandung filosofi yang mendalam. Motif sida luhur yang bermakna agar kedua pengantin akan selalu diagungkan. Motif sida mukti untuk kesejahteraan kedua mempelai, motif sida asih supaya selalu dikasihi, motif sida wirasat sebagai pertanda baik, dan terakhir sida mulya agar senantiasa dimuliakan.

2. Songket

Songket mempunyai karakteristik yang membuatnya berbeda dan indah di antara wastra nusantara lainnya. Ditenun dengan penuh kesabaran, pengerjaan sehelai songket dapat menghabiskan beberapa bulan tergantung kerumitan motif, ukuran, serta kehalusan tenun itu sendiri. Kain songket mempunyai berupa-rupa motif dekoratif yang cantik yang ditumpahkan dalam bentuk fauna maupun stilisasi flora seperti bungo mawar, bungo tanjung serta bungo melati. Dari sekian banyak corak, tidak seluruh corak songket dapat dipergunakan dalam pernikahan, karena tiap motif mengandung makna yang turut memberi doa bagi kedua pengantin. Motif-motif songket yang biasanya dipakai dalam pernikahan di antaranya nampan perak. Menjadi barang atau alas yang kerap difungsikan sebagai tempat untuk menyerahkan uang, tanda penghormatan atau benda lainnya yang berharga dalam berbagai upacara adat, nampan perak dijadikan corak songket yang di dalamnya tersirat harapan agar kedua pengantin selalu dilimpahi rezeki dan keberkahan. Selanjutnya motif lepus yang bermakna “menutupi”. Kata menutupi dimaksudkan benang emas yang hampir menutupi seluruh permukaan songket. Dan terakhir motif limar yang berkebalikan dengan lepus yang kaya benang emas, limar justru sama sekali tidak mempergunakan benang emas atau perak. Bagi calon pengantin yang menyukai kain yang tidak terlalu menyukai motif rumit, motif limar dengan kesederhanaannya dapat menjadi pilihan.

3. Kain Tapis

Tidak jauh berbeda dengan songket yang memiliki motif yang menyerupai flora maupun fauna, kain tapis pun memiliki kedua jenis motif tersebut. Apabila tapis peminggir (pesisir) condong menenun tapis bermotif flora, sedangkan tapis pepadun (pedalaman) membuat motif yang bersifat sederhana dan kaku. Bagi masyarakat Lampung kain tapis memiliki makna simbolis sebagai lambang kesucian yang dapat melindungi pemakainya dari segala “kotoran” dari luar. Motif tapis yang jamak dikenakan pengantin adalah Tapis Jung Sarat, Tapis Cucuk Andak, Tapis Dewosano, Tapis Bintang dan Tapis Bintang Perak yang pembuatan motifnya dibuat dari benang-benang emas atau perak yang dibentuk dengan cara dicucuk (sulam).

4. Sarung

Sarung menjadi kain bawahan terakhir yang berasal dari Sulawesi Selatan. Menjadi pasangan pendamping baju bodo, kain sarung ternyata memiliki ciri yang berbeda pada tiap-tiap etnis di Sulawesi Selatan yang meliputi etnis Makassar, Mandar dan Bugis. Meskipun ketiganya memiliki kesamaan seperti bahan dari sutera atau tenunan, dan ukurannya lebar, tetapi terdapat juga perbedaan yang terlihat dari segi corak dan warna. Motif sarung suku Bugis bermotif garis-garis kecil ataupun besar dengan warna terang atau cerah. Motif sarung suku Makassar adalah motif kecil-kecil (corak caddi). Motif sarung suku Mandar adalah motif kotak-kotak dengan warna dasar hitam atau putih.

Foto: Sujanto Huang, Mottomo Photography & After Light (Dok. Tara & Kasyfi), Dok. Istimewa

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP