Cinta sempurna di Shangri-La Hotel Jakarta
Duduk bersanding di pelaminan, ingatan Chacha melayang ke delapan tahun lalu, awal perjumpaannya dengan Ago di Cilandak Town Square (Citos). Di salah satu restoran, ketika sedang asik bercengkrama dengan kakak-kakaknya, Chacha merasa ada sepasang mata yang memperhatikan sejak ia memasuki resto tersebut. Resah karena terus diperhatikan membuat Chacha tak menghabiskan pesanannya. Hingga akhirnya, ketika beranjak menuju bioskop, mereka berpapasan dengan salah satu teman pria yang memperhatikannya sejak tadi.
Duduk bersanding di pelaminan, ingatan Chacha melayang ke delapan tahun lalu, awal perjumpaannya dengan Ago di Cilandak Town Square (Citos). Di salah satu restoran, ketika sedang asik bercengkrama dengan kakak-kakaknya, Chacha merasa ada sepasang mata yang memperhatikan sejak ia memasuki resto tersebut. Resah karena terus diperhatikan membuat Chacha tak menghabiskan pesanannya. Hingga akhirnya, ketika beranjak menuju bioskop, mereka berpapasan dengan salah satu teman pria yang memperhatikannya sejak tadi.
Abi, teman sekaligus sepupu pria misterius bernama Ago tersebut, menyapa Chacha dan menyampaikan maksud Ago untuk berkenalan. Ago yang sejak tadi diam, akhirnya bersuara setelah diperkenalkan oleh Abi. Belakangan Chacha memahami sifat Ago yang pemalu dan pendiam dan bertentangan dengan Chacha yang cenderung “bawel”. Namun sifat yang berseberangan itu justru melengkapi hubungan keduanya.
Genap sewindu menjalin asmara, Ago dan Chacha merasa sudah siap melanjutkan langkah, membangun rumah tangga bersama. Atas restu kedua pihak orang tua, keduanya pun mulai mempersiapkan pernikahan, dibantu oleh wedding organizer dan panitia keluarga. Kedua pihak keluarga sepakat untuk mengusung pernikahan dengan adat Jawa sebagaimana tradisi yang diturunkan kedua orang tua Ago yang asli Solo. Meskipun tidak memiliki latar keluarga Jawa, Chacha begitu antusias menikah dengan adat Jawa yang begitu sakral.
Pemilihan tema berawal dari calon ibu mertua yang mengajak Chacha “nyekar” ke makam leluhur di Solo dan Yogyakarta. Setelah selesai, Chacha pun singgah ke beberapa tempat, seperti Pasar Klewer di Solo, dimana Chacha berburu kain jumputan untuk seragam keluarga dan panitia. Juga Pasar Kembang di Yogyakarta dimana ia membeli kembang untuk ditabur di makam. Dari situlah Chacha memilih Pasar Klewer dan Pasar Kembang sebagai tema pernikahannya. Tema yang semakin kuat dengan dominasi warna cokelat, gold dan bronze, yang berbeda dengan tema akad nikah yang bernuansa putih. Mengenakan busana pengantin Solo Basahan, ingatan Chacha pun kembali ke masa kini, dan tersenyum manis memandang pujaan hati yang bersanding dengannya.