Indonesia memiliki enam agama yang diakui oleh negara yaitu, Islam, Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha, serta Konghucu. Keenam agama ini memiliki prosesi pernikahannya masing-masing, dengan rangkaian yang pastinya berbeda-beda pula. Dalam artikel ini kamu akan diajak mengulik pernikahan, khususnya pemberkatan untuk umat Buddha.
Guru Agung Buddha mengajarkan, sebuah keluarga yang dapat bertahan lama di dunia ini adalah keluarga yang mampu menghidupkan kembali hal-hal yang telah hilang dan memperbaiki apa yang telah rusak, tanpa berlebihan, serta selalu berbuat kebaikan, sebagaimana tercantum dalam Angutara Nikaya II.
Agama Buddha menjalani prinsip monogami, berdasarkan Anguttara Nikaya 11.57. Menurut agama ini, perkawinan yang dipuji oleh Sang Buddha adalah pernikahan antara seorang laki-laki baik (dewa) dan seorang perempuan baik (dewi). Oleh karena itu, Agama Buddha mendukung prinsip bahwa seorang laki-laki sebaiknya hanya memiliki satu istri, dan seorang perempuan hanya memiliki satu suami.
Dalam pernikahan umat Buddha, ada kepercayaan yang dianut mengenai pernikahan untuk menghindari penyesalan di kemudian hari atas masa depannya, yaitu:
1. Samma Sadha adalah keyakinan yang lahir dari pikiran dan pandangan yang benar, sehingga akhirnya mendukung terbentuknya pola hidup yang baik,
2. Samma Sila atau kemoralan berperan dalam membentuk kepribadian yang luhur dengan menjaga kemoralan dalam kehidupan sehari-hari, demi menciptakan ketertiban serta keharmonisan, dalam keluarga dan kehidupan bermasyarakat,
3. Samma Cagga atau kedermawanan adalah sikap yang mencerminkan makna cinta sejati, di mana pasangan memberi dan berbagi segala sesuatunya dengan tulus dan tanpa syarat, demi kebahagiaan orang yang dicintai,
4. Samma Panna atau kebijaksanaan, mengajarkan bahwa pasangan dengan wawasan yang selaras yaitu ajaran Buddha akan lebih mudah menyelesaikan setiap permasalahan, dengan hakikat hidup adalah ketidakpuasan, yang disebabkan oleh keinginan. Maka dari itu jika seseorang mampu mengendalikan keinginannya, maka ketidakpuasan dapat diatasi.
Persyaratan pernikahan dalam agama Buddha diatur oleh Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, sedangkan secara seremonial diatur oleh masing-masing Majelis Agama Buddha yang menyelenggarakan upacara pernikahan dengan persyaratan pemberkatan pernikahannya meliputi:
1. Calon mempelai menghubungi pengurus vihara atau Pandita Lokapalasraya,
2. Calon mempelai melengkapi dokumen atau berkas perkawinan sesuai ketentuan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil,
3. Calon mempelai mengikuti Bimbingan Perkawinan sebanyak delapan kali.
Lalu apa saja prosesi yang dilakukan dalam holy matrimony untuk umat Buddha?
1. Kedua mempelai memasuki ruang upacara, didampingi oleh orang tua/wali, saksi, dan keluarga,
2. Persembahan di altar Buddha,
3. Tanya jawab antara mempelai, orang tua, dan saksi,
4. Persembahan Puja,
5. Penghormatan kepada Tri Ratna,
6. Pembacaan ikrar oleh mempelai,
7. Pemasangan cincin perkawinan,
8. Pemasangan pita dan kain kuning sebagai lambang ikatan pernikahan untuk hidup bersama dalam suka dan duka selamanya,
9. Pemberkatan oleh orang tua dan Pandita Lokapalasraya,
10. Penyampaian pesan atau nasihat dari orang tua,
11. Pesan Dhamma,
12. Pelepasan pita dan kain kuning,
13. Penandatanganan ikrar oleh mempelai, orang tua/wali, dan saksi,
14. Penyerahan surat keterangan perkawinan dan ikrar,
15. Penutupan upacara perkawinan.
Terus update tren dan berita terkini pernikahan dengan men-download aplikasi Weddingku di smartphone-mu dan mengikuti media sosial Weddingku di Instagram, TikTok, Facebook, Pinterest, dan YouTube agar kamu tidak ketinggalan infonya!