Sebelum memasuki gerbang pernikahan, kedua mempelai terlebih dulu akan dibersihkan dan disucikan dengan upacara siraman sebagai bentuk simbolik. Dua suku yang dikenal mempunyai tradisi tersebut, yakni Jawa dan Sunda. Biasanya calon pengantin kerap menjali ritual tersebut sehari atau beberapa hari menjelang hari pernikahan. Banyak yang masih mempercayai usai melaksanakan ritual siraman segala noda di masa lalu akan luruh. Dengan begitu kedua calon pengantin akan kembali bersih menyambut hari baru di kehidupan rumah tangga, layaknya selembar kertas putih tanpa noda.
Meski kedua suku tersebut menjalani prosesi siraman, akan tetapi pada pengerjaannya terdapat beberapa perbedaan. Apa saja yang membedakannya? Yuk, cari tahu jawabannya pada ulasan di bawah ini.
Siraman Adat Sunda
Upacara siraman atau ngebakan dimulai dengan ngecangkeun aisan, yang artinya ibu dari mempelai wanita melepaskan gendongan untuk menuju tempat siraman ditemani ayah yang setia mendampingi dengan membawa lilin. Hal itu mengandung makna bahwa kedua orang tua akan segera menyudahi tanggung jawabnya, lantaran akan digantikan oleh suami putrinya. Lilin yang dibawakan sang ayah melambangkan tugasnya yang wajib memberi penerangan bagi putra-putrinya. Setelah itu dilanjutkan dengan acara dipangkon, yakni calon mempelai wanita dipangku kedua orang tuanya. Berikutnya ngaras, mencuci kaki kedua orang tua yang diawali dengan membasuh kedua kaki sang ayah. Usai mebasuh kaki kedua orang tua, disemprotkan juga minyak wangi yang mengungkapkan agar sampai kapan pun sang putri dapat membawa nama harum keluarga. Lalu calon mempelai wanita harus melewati tujuh lembar kain yang menyiratkan permohonan supaya kelak calon mempelai wanita senantiasa diberi kesabaran, kesehatan, ketawakalan, ketabahan, keteguhan iman yang kuat dan selalu menjalankan agama.
Puncaknya upacara siraman, calon mempelai wanita disirami air bunga yang masing-masing bunga memiliki artinya tersendiri. Bunga mawar agar calon pengantin selalu jujur, melati bermakna dapat membawa harum nama keluarga serta disukai oleh siapa saja, terakhir bunga kenanga yang diharap dapat membawa kesejukan dan keteduhan hati. Kemudian, sang ayah mengucurkan air wudhu kepada putrinya. Selesai siraman, mempelai wanita akan dibawa oleh perias untuk ngerik atau membersihkan bulu-bulu halus rambut di kamar pengantin. Terakhir, parebut bebetian & hahampangan dimana diharapkan kedepannya kedua mempelai akan diberi kelancaran rezeki dan segera mendapatkan keturunan.
Siraman Adat Jawa
Urutan teratas sebelum siraman dalam tradisi Jawa, calon mempelai wanita akan melakukan sungkeman kepada kedua orang tua. Jika acara tersebut dihadiri kakek nenek, sungkeman lebih dulu ditujukan kepada keduanya, kemudian kepada orang tua. Setelah seluruh persiapan siraman telah tersedia, dilaksanakanlah siraman dengan penyiram pertama sang ayahanda lalu dilanjutkan sang bunda. Orang yang menyiram harus bejumlah ganjil antara tujuh sampai sembilan orang. Penyiram terakhir dilakukan oleh perias. Seusai itu, mempelai wanita dibopong oleh ayah menuju kamar pengantin untuk selanjutnya ngerik. Namun sebelum itu, utusan besan menyerahkan rambut mempelai pria untuk disatukan dengan potongan rambut mempelai wanita. Gabungan guntingan rambut itu lalu dikubur di halaman samping atau belakang rumah. Tanam rikmo bertujuan untuk mengubur semua hal buruk supaya kelak mendapat kebaikan dan kebahagian dalam berumah tangga.
Oleh perias, rambut-rambut halus di dahi dan tengkuk (rambut kalong) akan dikerik untuk membuang segala sesuatu yang jelek yang dahulu pernah menimpa. Setelah ngerik, rambut akan diratus. Dan di urutan terbawah, dulangan pungkasan dimana calon mempelai wanita akan mendapat suapan terakhir dari kedua orang tua. Dulangan pungkasan tersebut mencerminkan putusnya kewajiban orang tua memberi penghidupan kepada putrinya yang akan hidup mandiri bersama suaminya.
Teks: Mery
Foto: Dok. Isni & Vicko (Ilham Tawakal Photographer), Robby Suharlim