Menikah adalah menyatukan dua individu yang meski tengah dilanda asmara, tetapi mungkin berbeda latar belakang. Menikah juga menyatukan dua keluarga yang mungkin juga berbeda adat dan tradisi. Oleh karenanya, diperlukan strategi khusus untuk menyatukan sekian banyak kepentingan di dalam satu acara.
Berbeda dengan budaya di beberapa Negara lain, pernikahan di Indonesia masih sangat melibatkan pihak keluarga. Jarang terjadi sebuah pesta pernikahan sepenuhnya ditangani oleh kedua mempelai, selalu ada campur tangan ayah & ibu atau bahkan keluarga besar, didalamnya. Untuk kondisi dimana pasangan pengantin berasal dari dua daerah yang berbeda adat dan tradisi, ada baiknya dibicarakan terlebih dahulu apakah setiap tradisi harus ditampilkan? Atau mungkin bisa salah satu saja? Kalau memang dua atau lebih tradisi ini harus ditampilkan, maka harus dipikirkan bagaimana agar setiap tradisi dapat terwakili.
Menurut Melinda Odang – pemilik HOME Wedding Organizer, ada beberapa alternatif yang dapat Anda pilih agar pernikahan Anda berjalan dengan baik, sementara itu semua pihak pun merasa terpuaskan.
- Akad nikah atau pemberkatan dilaksanakan dengan adat keluarga pria, sementara resepsi digelar dengan mengikuti tradisi keluarga pengantin wanita. Misalnya bila pengantin pria keturunan Minang, sementara pengantin wanita berdarah Jawa. Maka pada akad nikah/pemberkatan, kedua pengantin mengenakan busana tradisional Minang, dan melakukan beberapa prosesi Minang seusai seremoni pernikahan. Selanjutnya pada resepsi pernikahan, kedua pengantin mengenakan busana adat pengantin Jawa, dan memasuki ruang resepsi dengan didahului oleh cucuk lampah dan diiringi dengan lagu dan gending Jawa. Bisa juga ditambahkan beberapa tarian yang memang khusus untuk pernikahan, seperti tari Bedhaya Manten, tari Gambyong, atau tari Gatotkaca Gandrung. Tentu saja dekorasi akad nikah dan resepsi disesuaikan dengan adat yang dipilih.
- Ada kesepakatan umum yang kerap terjadi di dalam masyarakat, yaitu pesta pernikahan adalah milik keluarga pengantin wanita, dimana biaya pun sering kali lebih banyak ditanggung oleh keluarga pengantin wanita. Keluarga pengantin pria hanya mendukung dan memberi masukan sekedarnya. Karena logikanya di dalam sebuah pernikahan, orang tua pengantin wanita harus melepas putri tersayangnya untuk kemudian menjadi tanggung jawab suaminya. Selanjutnya, tak menutup kemungkinan keluarga pria ingin menggelar pesta sendiri yang dikenal dengan istilah “ngunduh mantu”. Dalam kondisi seperti ini biasanya baik upacara agama ataupun resepsi pernikahan digelar sesuai tradisi keluarga pengantin wanita. Kalau pengantin wanita berasal dari Jawa, maka bisa saja prosesi dimulai dari Siraman, Midodareni, hingga Panggih. Namun, tak ada salahnya bila menyelipkan sedikit tradisi keluarga pria, misalnya dengan mempersembahkan tarian khas Minang pada resepsi pernikahan, seperti tari Gelombang atau tari Payung sebagai hiburan. Tentu saja tarian ini bukan tidak dapat dijadikan satu dengan prosesi masuk dimana kedua pengantin mengenakan busana tradisional Jawa.
- Alternatif lain yang paling sederhana adalah menggelar pernikahan dengan konsep Nasional, yang artinya kedua pengantin mengenakan kebaya dan beskap tutup pada akad nikah atau pemberkatan dan resepsi pernikahan. Sentuhan budaya dapat dihadirkan pada dekorasi bertema etnik yang dihiasi berbagai unsur tradisi seperti kain batik, songket, patung loro blonyo, carano atau dulang-dulang, dan elemen lainnya.
Satu hal yang pasti, apapun pilihan Anda, bicarakanlah terlebih dahulu dengan keluarga dan yakinkan bahwa itu adalah yang terbaik. Jangan sampai pesta pernikahan yang mestinya menjadi hari yang paling membahagiakan bagi Anda berdua, berbalik menjadi hari yang paling tidak ingin Anda ingat sepanjang sejarah hanya karena masalah kecil yang sebenarnya dapat dibicarakan dengan baik-baik sebelumnya.
Foto: Lightbrush Photography (Dok. Sandra & Dhana), Lighthouse Wedding Photography (Dok. Nadia & Rabindra), Jaysu Photography by Jacky Suharto (Dok. Tasha & Rendy)