Sebagai upaya melestarikan tradisi dan menghormati leluhur, seharusnya rangkaian prosesi dalam upacara pernikahan dilaksanakan secara keseluruhan tanpa ada satupun yang ditinggal. Namun, dengan alasan kepraktisan, dewasa ini pasangan pengantin kerap memotong rangkaian prosesi adat yang panjang, dan hanya menjalankan sebagian saja dari keseluruhan ritual yang mestinya dilakukan.
Dalam pernikahan adat Jawa misalnya, selain Siraman, upacara lain yang biasanya juga dilakukan adalah Upacara Panggih. Mengapa upacara Panggih? Upacara Panggih yang disebut juga upacara dhaup atau temu, merupakan puncak acara bagi tradisi perkawinan adat Jawa. Panggih adalah prosesi pertemuan secara adat Jawa antara mempelai pria dan mempelai wanita setelah resmi menikah secara agama. Jadi upacara panggih hanya boleh dilaksanakan setelah pernikahan secara agama, dan tidak sebaliknya.
Oleh karena dilakukan setelah pernikahan secara agama, maka biasanya prosesi ini dihadiri oleh para tamu undangan. Rangkaian ritual yang unik dan terkadang lucu, seringkali mampu menarik perhatian sehingga dapat menghibur para tamu undangan.
Beberapa ritual yang dilaksanakan dalam upacara Panggih adalah :
- Penyerahan Sanggan
Sanggan merupakan simbolisasi atau saranan untuk menebus pengantin putri, sehingga biasanya disebut sanggan tebusan pengantin putri. Wujud dari sanggan sendiri berupa : satu tangkep atau dua sisir pisang raja matang pohon, sirih ayu, kembang telon (mawar, melati, kenanga), serta benang lawe. Seluruhnya ditata dalam satu wadah khusus berupa keranjang anyaman. Pembawa sanggan berada di depan dari rombongan keluarga mempelai pria.
- Balangan Gantal
Prosesi balangan gantal merupakan perlambang kedua mempelai saling melempar kasih, dimana gantal sebagai pertemuan jodoh antara mempelai wanita dan pria yang telah diikat dan disatukan dengan benang kasih yang suci. Prosesi dimana mempelai pria dan mempelai wanita saling melempar gantal (daun sirih yang dilinting berisi bunga pinang, kapur sirih, gambir, tembakau hitam) ini, cukup menarik perhatian para tamu undangan. Mereka akan melihat apakah kedua pengantin dapat melempar dengan tepat ke arah pasangannya.
- Wijikan
Prosesi yang dilakukan setelah balangan gantal ini juga kerap disebut prosesi ranupada. Ranu berarti air, pada berarti kaki. Sehingga ranupada diartikan sebagai membasuh kaki (wijikan). Dalam prosesi ini mempelai wanita membasuh kaki mempelai pria. Prosesi ini memiliki makna ; 1. Sebagai simbolisasisi bakti mempelai wanita kepada mempelai pria, 2. Menghilangkan sukreta atau halangan agar tujuan perjalanan menuju keluarga bahagia dijauhkan dari kesulitan dan mara bahaya.
- Kanten Asto
Apabila mempelai wanita seorang putri Sultan, seusai wijikan kemudian dilaksanakan prosesi pondhongan, yaitu mempelai wanita dipondong (digendong) oleh mempelai pria dan salah satu paman/pangeran menuju pelaminan. Namun, bila yang menikah masyarakat biasa, prosesi pondhongan ini digantikan dengan kirab dan kanten asto (bergandengan tangan), yakni kedua mempelai saling mengaitkan jari kelingking sambil berjalan perlahan menuju kursi pelaminan.
- Tanem Jero
Sesampainya di depan pelaminan, kedua mempelai tetap berdiri berdampingan dengan posisi membelakangi pelaminan atau menghadap tamu undangan. Dengan disaksikan ibu mempelai wanita, ayah mempelai wanita mendudukkan kedua mempelai ke kursi pengantin sambil memegang dan menepuk-nepuk bahu kedua mempelai. Prosesi ini memiliki makna bahwa kedua mempelai telah “ditanam” agar menjadi pasangan yang mandiri sehingga kelak bisa berbuah manis yakni membentuk keluarga dengan keturunan yang bahagia.
- Tampa Kaya
Prosesi tampa kaya juga kerap disebut kacar-kucur. Prosesi ini secara simbolis menunjukkan tanggung jawab suami memberikan nafkah rejeki kepada istri dan seluruh keluarga, sementara sang istri harus pandai-pandai mengatur serta mengelolanya agar tidak boros atau tercecer sehingga bisa tercukupi semua. Pada prosesi ini pengantin pria secara hati-hati dan sedikit demi sedikit menuangkan kaya (campuranbiji-bijian, kembang, dan uang logam) dari anyaman tikar pandan ke kain pembungkus yang diletakkan di atas pangkuan mempelai wanita. Seluruh kaya kemudian dibungkus oleh mempelai wanita dengan cermat, supaya tidak ada yang tercecer.
- Dhahar Klimah
Upacara dhahar klimah memiliki makna kemantapan hati pasangan mempelai dalam berumah tangga. Ritual ini juga menggambarkan kerukunan suami istri akan mendatangkan kebahagiaan dalam keluarga yang dibangunnya. Mempelai pria membuat tiga kepalan nasi kecil dari satu piring nasi kuning, meletakkannya di piring yang dipegang oleh mempelai wanita, kemudian mempelai wanita dipersilakan makan tiga kepalan nasi tersebut disaksikan mempelai pria.
- Ngunjuk Rujak Degan
Setelah Dhahar Klimah, dilakukan prosesi Ngunjuk rujak degan, dimana mempelai dan orangtua mempelai wanita mencicipi rujak degan,yakni minuman terbuat dari serutan kelapa muda dicampur gula merah, sehingga rasanya manis segar. Prosesi ini memiliki makna menunjukkan kerukunan dan kebersamaan, bahwa segala sesuatu yang manis tidak dinikmati sendiri, melainkan harus dibagikan bersama seluruh keluarga.
- Mapag Besan
Dalam tradisi pernikahan adat Yogya, ada upacara yang disebut Mapag Besan, yang berarti orang tua mempelai pria datang untuk menengok putra mereka yang telah menjadi pengantin, bersanding dengan mempelai wanita. Kedua orangtua mempelai wanita akan menjemput kedua orangtua mempelai pria, karena dalam tradisi pernikahan Jawa orang tua mempelai pria tidak diperkenankan hadir pada saat upacara Panggih sampai prosesi ngunjuk rujak degan.
- Sungkeman
Rangkaian prosesi berlanjut dengan sungkeman, yakni kedua mempelai bersembah sujud kepada kedua orang tua untuk memohon doa restu. Ritual sungkeman sebagai suatu pernyataan: Tanda bakti anak kepada orang tua yang telah membesarkan dan mendidik hingga dewasa, Permohonan maaf kepada kedua orang tua atas segala khilaf dan kesalahan, Memohon doa dan restu kepada orang tua agar menjadi keluarga yang bahagia.
Foto SBK.Photoproject