Hawa dingin disertai kabut tipis menyambut sesaat kami menginjakkan kaki di area Plataran Bromo. Perjalanan berliku selama 2,5 jam sejauh 108 KM yang kami tempuh dari Bandara Internasional Juanda, Surabaya, pun terbayar dengan indahnya pemandangan yang terhampar di depan mata.
Terletak di dataran tinggi Bromo, Plataran Bromo memukau setiap mata dengan panorama pedesaan berhias perkebunan yang terajut indah bukit-bukit di sekitar. Kehadiran resor yang berlokasi di pintu gerbang Situs Warisan Dunia UNESCO–Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ini bukan hanya strategis bagi mereka yang hendak mengunjungi Gunung Bromo, tetapi juga merupakan lokasi sempurna bagi pasangan yang hendak berbulan madu. Di salah satu bukit, diantara rimbunnya perkebunan, nama ‘Plataran Bromo’ terpatri dengan indahnya.Bangunan berarsitektur Eropa kuno berdiri megah menyambut setiap tamu yang datang. Dan saat melangkah masuk, interior lobi dengan tangga yang menempel di tembok dan berada tepat di depan pintu masuk, membawa angan saya melayang ke suasana Sekolah Sihir Hogwarts tempat yang begitu terkenal dalam film Harry Potter.
Teras Bromo dan Jiva Devi Nursery
Sebelum menjelajah lebih jauh ke dalam resor, kami diajak melangkah keluar, menuruni jalan melewati persimpangan, beberapa meter kemudian tibalah kami di Teras Bromo. Di dalam bangunan unik berkonsep rumah di pedesaan Eropa ini hidangan hangat telah menanti untuk kami santap. Ditujukan untuk mereka yang melintas dari dan menuju Taman Nasional, resto dengan konsep terbuka ini menawarkan pemandangan menyejukkan yang menemani Anda menikmati lezatnya sajian khas Indonesia dan Asia.
Tepat di seberang Teras Bromo, dengan posisi lebih tinggi, sebuah rumah kaca mengusik perhatian . Tak menunggu lama, usai menghangatkan tubuh kami pun menaiki tangga menuju rumah kaca tersebut. Terdiri dari dua lantai, ragam bunga dan tanaman dari berbagai pelosok dunia seakan memenuhi tempat bernama Jiva Devi Nursery ini. Gemericik air dan kicau burung terdengar begitu merdu memenuhi ruangan. Membayangkan makan malam romantis bersama pasangan di tempat ini, ditemani cahaya lilin yang berpendar, senyum bahagia pun mengembang di wajah lelah. Ya, romantic dinner bersama pasangan atau makan malam bersama keluarga di dalam Jiva Devi Nursery merupakan salah satu layanan istimewa yang disediakan Plataran Bromo untuk para tamunya.
Mata saya lalu tertumbuk pada bangunan di sisi kanan Jiva Devi Nursery. Sebuah pura bernama Pura Bromo berdiri disana. Bentuk penghormatan Plataran terhadap lingkungan sekitar, mengingat mayoritas masyarakat Bromo Tengger beragama Hindu. Di Pura ini masyarakat sekitar melakukan sembahyang setiap sore hingga malam hari. Dan menurut keterangan Bapak Jozua Makes, pemilik dan pendiri Plataran Hotels & Resorts, berkat doa yang dilantunkan setiap malam, berkah pun terus mengalir kepada Plataran Bromo.
Negeri di Atas Awan
Sore mulai menjelang saat kami kembali ke lobby, kali ini melalui jalan pintas di belakang Jiva Devi Nursery. Menjelajah ke dalam area yang dinamakan Langit Bromo, melewati Mahameru Bar & Lounge yang begitu cozy, terus melangkah menuju rooftop. Sebuah kompas besar tergambar di lantai area bernama Plaza Wedding Deck ini. Berdiri di atas porosnya, serasa berada di pusat dunia dikelilingi oleh barat, timur, utara dan selatan. Di area terbuka yang indah inilah pesta pernikahan biasa digelar. Berselimut kabut, dikelilingi hijaunya perbukitan di bawah sana, pernikahan indah di atas awan adalah sensasi yang dijanjikan oleh Plataran Bromo kepada setiap pengantin.
Terpesona oleh keindahan yang terhampar, kami pun enggan beranjak ke kamar meski langit mulai gelap dan udara dingin semakin menggigit. Menghabiskan waktu di Syailendra Venue & Dining, ditemani Gunung Arjuna yang berdiri dengan gagahnya, kami menikmati makan malam dan camilan tradisional yang unik dan lezat. Tak terasa beberapa potong tape, pisang dan tahu goreng telah berpindah, menjadi penghangat perut yang seakan tak pernah berhenti berbunyi di tempat dingin ini. Matahari enggan menampakkan keperkasaannya di sini sehingga temperatur udara hampir tak pernah melewati 20 derajat celcius, bahkan selalu dibawah 10 derajat celcius pada pagi hari. Ketika akhirnya kami beranjak ke vila, bersembunyi di balik hangatnya selimut tebal, lantunan doa dari Pura Bromo di bawah sana mengalun merdu, meninabobokan kami yang tak lama lagi terlelap di negeri indah di atas awan.
Indahnya Matahari Terbit
Tak sempurna bertandang ke Plataran Bromo tanpa menyaksikan terbitnya matahari di kaki Gunung Bromo . Karenanya, kami pun rela bangun pukul 3 dini hari lalu segera bersiap mengejar momen indah ini. Diantar dengan mobil jeep, kami berangkat membelah dinginnya pagi menuju Puncak Penanjakan, spot andalan para pengejar sunrise di Bromo. Banyaknya peminat menyebabkan kondisi jalan yang menanjak menjadi terhambat, sehingga kami harus turun dari jeep dan melanjutkan dengan berjalan kaki.
Waktu sudah menunjukkan pukul 4.30 pagi saat kami tiba di lokasi yang sudah dipenuhi oleh mereka yang datang dari berbagai penjuru. Ada yang dari Jawa Timur, Jakarta, tak sedikit pula dari manca negara, seperti tiga orang turis yang kami temui sedang menghangatkan tubuh sejenak di salah satu warung, sambil menanyakan spot terbaik untuk menyaksikan indahnya matahari terbit. Ya, deretan warung yang menawarkan kopi dan teh hangat berteman pisang goreng panas terlihat begitu menggoda.
Tak berapa lama kami telah menemukan spot yang cukup baik. Berdiri diam disana menyaksikan sang surya yang perlahan mulai menampakkan cahayanya. Semburat warna oranye perlahan menyeruak di antara gelapnya langit. Gradasi warna antara biru gelap, oranye, kuning, begitu indah terlukis di antara jajaran puncak Gunung Bromo dan Semeru. Jantung saya pun seakan berhenti berdetak menahan kekaguman yang luar biasa terhadap fenomena alam yang begitu indah. Kurang lebih satu jam gradasi warna yang indah terus berlangsung, dimulai dari warna oranye diantara biru gelap, hingga akhirnya langit terlihat semakin terang.
Sempurnanya Sarapan di Savana
Selanjutnya kami kembali berkendara menuju lembah dan kaldera yang menjadi objek wisata terkenal di Jawa Timur. Jalan sempit serta tikungan tajam yang harus dilewati menyebabkan hanya mobil jeep yang boleh melewati rute ini. Kami sempat berpapasan dengan 1-2 mobil SUV, namun dikendarai oleh supir lokal. Artinya, mereka yang belum berpengalaman dilarang keras berkendara di area ini, karena sulitnya medan yang ditempuh.
Akhirnya kami tiba di lembah yang terhubung dengan lautan pasir yang pernah digunakan sebagai lokasi syuting film Pasir Berbisik pada tahun 2001, dan memenangi Piala Citra. Berjalan terus mengitari Gunung Bromo, melewati kaldera seluas ±6290 ha, melewati bukit Teletabies yang kerap digunakan sebagai lokasi foto, akhirnya kami berhenti di padang savana.
Di hamparan rumput luas di lembah Gunung Semeru, sajian sarapan yang menggoda seleran telah dipersiapkan oleh staf Plataran Bromo. Menikmati sarapan di tengah hamparan rumput hijau, di antara gunung dan perbukitan, disinari hangatnya mentari pagi. Diri ini serasa begitu kecil di tengah begitu agungnya ciptaan Tuhan. Sungguh sebuah pengalaman luar biasa indah yang tak pernah terlintas di dalam benak.
Foto : Dok. Plataran Bromo