Musim semi di Belanda adalah sesuatu hal yang menjadi impian para pasangan. Begitu pula dengan saya. Karena pada masa musim semi ini, kami dapat menikmati semilir angin sisa musim dingin, berpadu dengan sinar matahari yang membuat rasa dingin itu masih terasa nikmat. Dan tentunya, Anda juga dapat mengeluarkan jaket-jaket koleksi yang selama di Jakarta hanya tertumpuk di sudut lemari pakaian.

Kali ini, perjalanan saya dimulai dari Amsterdam, ibukota Negara Belanda. Saat menginjakkan kaki di Schipol mata sudah mulai “berpiknik” ke sana kemari. Bagaimana tidak, bandara yang satu ini merupakan salah satu bandara terbesar di Eropa dan dilengkapi dengan begitu banyak toko yang bisa membuat setiap shopaholic menjadi lupa daratan. Jika saja suami tak menarik tangan saya, maka dengan senang hati saya akan menghabiskan waktu berlama-lama di sana.

Setelah keluar dari area imigrasi, saudara sepupu saya sudah menanti. Ya, saya merasa sangat beruntung telah memiliki keluarga yang tinggal di Alkmaar, Belanda. Karena Belanda memiliki area yang luas, sehingga keberadaan mobil akan sangat membantu saya memadatkan jadwal untuk kunjungan selama 4 hari 3 malam ini. Kunjungan pertama untuk hari ini tentulah hotel. Untuk melakukan check-in, sedikit menyegarkan badan, lalu dilanjutkan dengan berjalan-jalan di area Amsterdam.

Amsterdam, a Busy City
Setelah berjuang melewati jalanan yang juga padat, akhirnya kami tiba juga di hotel. Namun karena rata-rata hotel di tengah kota ini terletak di jalanan yang padat, proses offloading koper pun dilakukan secepat kilat. Apalagi hotel kami terletak di dekat Dam Square, yang merupakan salah satu alun-alun kota tersibuk di kota Amsterdam.

Setelah cuci muka dan membereskan barang-barang bawaan, kami pun memutuskan untuk berjalan kaki ke Dam Square yang dibangun pada abad ke-13, serta hanya berjarak 750 meter dari Central Station. Di alun-alun yang konon merupakan salah satu alun-alun terbesar di Eropa ini ada banyak hal yang dapat saya lihat. Seperti misalnya Royal Palace (Koninklijk Palace) sebuah bangunan dari abad 17 yang meski sudah bukan lagi menjadi tempat tinggal keluarga kerajaan Belanda, namun masih merupakan tempat untuk menerima tamu resmi kerajaan. Sayang, sekarang istana yang satu ini tak lagi dibuka untuk umum.

Kemudian saya melihat-lihat eksterior Hotel Krasnapolsky, yang berlokasi di seberang Royal Palace dan merupakan salah satu hotel bersejarah termahal di Belanda. Sebetulnya di area ini juga terdapat Madame Tussauds, tapi karena sekarang museum ini sudah memiliki banyak cabang, salah satunya di Hong Kong, kami pun memutuskan untuk tidak menghabiskan waktu dengan mengunjungi museum yang terkenal dengan patung selebriti ini. Sebagai gantinya, kami memutuskan untuk mengunjungi Red Light District, yang terletak tak jauh dari Dam Square.

Meski area ini menyediakan banyak ¨hiburan¨ untuk orang dewasa, tetapi sebetulnya saat ini Red Light District sudah menjadi salah satu tempat wisata bagi turis. Ya, memang ada banyak jendela terbuka yang memamerkan gadis berpakaian minim, namun yang paling saya sukai dari area ini adalah keberadaan berbagai sex toys dan souvenir shop. Karena di toko-toko inilah saya bisa memperoleh banyak suvenir unik yang tak akan saya dapatkan di tempat lain.

Setelah puas menyusuri Red Light District, kami pun berjalan menuju Central Station untuk menikmati canal cruise. Di kota dengan begitu banyak sungai ini, cara terbaik untuk melihat sudut kota memang dengan cara menyusuri sungai. Dan dari sekian banyak canal cruise yang ada, kami memutuskan untuk mengambil dinner cruise yang berawal dari Central Station (Holland International Dock, Prins Hendrikkade 33a; amsterdamcitytours.rezgo.com/details/241/Unique-Dinner-Cruise). Dalam cruise selama 2,5 jam ini kami juga dapat menikmati four course gourmet dinner, ditutup dengan teh, kopi, biskuit serta segelas minuman beralkohol. Tak hanya itu. Kami juga dapat melihat Skinny Bridge, Anne Frank House, The Mint Tower, serta masih banyak bangunan dari abad ke-17 lain di bawah sinar bulan.

A Journey to the South
Pada hari kedua ini kami berniat mengunjungi daerah Selatan Belanda. Tujuan awal kami adalah Keukenhoff, sebuah taman bunga besar yang terletak di dekat Lisse. Namun yang harus diperhatikan adalah jam buka taman ini yang hanya dua bulan dalam setiap tahunnya. Tapi berhubung waktu kunjungan kami kali ini bertepatan dengan musim semi (sekitar bulan Maret–Mei), kami pun memiliki kesempatan untuk mengunjungi Keukenhoff. Karena hanya pada masa ini kami dapat menyaksikan bunga Tulip berbagai rupa yang mekar dengan indahnya.
Setelah puas berjalan-jalan mengelilingi Keukenhoff, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Den Haag (The Hague). Tujuan utama kami di kota ini adalah Madurodam. Sebuah miniatur kota dengan skala 1:25 yang dibangun sejak 60 tahun yang lalu. Di sini Anda dapat melihat The Parliament of The Hague, Canal House of Amsterdam, pasar keju Alkmaar, serta pastinya kincir angin khas Belanda.


Selanjutnya, Delft lah yang menjadi tempat tujuan kami. Tempat yang satu ini merupakan tempat asal dari porselen berwarna biru dan putih yang dikenal dengan nama Delftware dan sekarang menjadi ciri khas Belanda. Di sini kami memutuskan untuk melakukan tur dengan berjalan kaki dan mengunjungi beberapa atraksi turis yang memiliki lokasi berdekatan. Salah satunya adalah New Church, yang terletak di Market Square dan sekaligus menjadi tempat peristirahatan terakhir dari keluarga kerajaan Belanda. Dan hanya dengan mengeluarkan uang kurang dari lima euro, kami sudah bisa memasuki gereja cantik ini.

Kami juga tak melewatkan kesempatan untuk mengunjungi Town Hall yang terletak di seberang New Church. Dan meski pada tahun 1618 bangunan ini pernah nyaris terbakar habis, pada tahun 1620 telah dibangun kembali oleh arsitek Hendrick de Keyser. Hal yang paling menyenangkan dari Market Square ini sendiri adalah keberadaan kios suvenir yang menjual Delftware. Meski ketika saya ingin membeli oleh-oleh dalam jumlah banyak, saudara sepupu saya menyarankan untuk mengurungkan niat tersebut. Karena esok hari kami akan berkunjung ke Volendam. Dan menurutnya di sana saya bisa mendapatkan barang yang sama dengan harga lebih “miring”.

Shop ´til You Drop
Setelah melewati dua hari yang mendung, semangat saya langsung membubung tinggi ketika melihat cuaca yang cerah. Sudah terbayang betapa menyenangkannya berjalan-jalan dengan berteman matahari yang bersinar cerah. Apalagi jadwal kami hari ini penuh dengan acara belanja. Yayyyy! Sebagai pembuka hari kami diajak untuk mengunjungi Batavia Stad, sebuah fashion factory outlet yang terletak di Lelystad. Kami mendapati sebuah kompleks pertokoan dengan barisan toko yang tertata apik, berpadu dengan restoran, serta taman cantik. Sehingga ketika berbelanja, si kecil atau sang suami pun tak akan bosan menunggu. Bahkan food court di sini juga menyediakan berbagai ragam masakan yang langsung dimasak di depan kami, sehingga memiliki rasa yang masih tetap segar.

Apa saja yang ditawarkan di sini? Berbagai macam produk fashion yang membuat saya menjadi lapar mata. Karena di Batavia Stad ada lebih dari 125 merek terkenal, dari mulai Kipling, Adidas, CK, Crocs, Ecco, Esprit, Geox, Guess, Levi´s, Nike, Reebok, Triumph hingga Wedgwood. Jam buka yang cukup panjang (10.00 – 18.00) pun membuat kami tak perlu terburu-buru saat mencari barang. Apalagi saat melihat harga-harga yang terpampang jauh lebih murah dibanding harga di tanah air. Bagaimana tidak, tempat ini menawarkan diskon 30 % - 70 % dibanding toko bermerek sama yang terletak di pusat kota.

A Visit to Two Laid-back Villages
Setelah berbelanja, kami pun melanjutkan perjalanan menuju Marken. Kesan pertama saya adalah perasaan “miris” saat menyusuri jalanan kecil yang menghubungkan antara main island dengan Marken. Yang hanya berupa jalanan kecil dua arah, di tengah-tengah lautan air laut. Huh, apa jadinya jika tiba-tiba terjadi banjir ya?

Marken sendiri merupakan sebuah peninsula yang terletak di Ijsselmeer dan dihubungkan dengan daratan Belanda bagian utara melalui sebuah jalan kecil, layaknya jembatan. Awalnya saya sempat meragukan akan apa yang bisa saya lihat di tempat terpencil ini. Namun ketika menginjakkan kaki di perkampungan nelayan tradisional Belanda ini, pikiran tersebut lenyap dengan sendirinya. Di tempat ini, kami seakan dibawa mundur ke masa lalu, jauh dari ingar-bingar perkotaan. Kami pun berjalan kaki mengelilingi tempat ini. Melihat rumah kayu bercat hijau yang telah menjadi ciri khas Marken, gerombolan domba yang sedang merumput, serta sepasang angsa yang berenang di kolam kecil. Tempat ini sangat sepi karena saat berjalan-jalan, kami nyaris tak bertemu dengan penduduk asli, meskipun setiap rumah terlihat terawat dengan baik dan rapi.

Setelah puas mengelilingi peninsula yang memang tidak berukuran terlalu besar ini, kami pun melanjutkan ke salah satu tempat yang wajib dikunjungi ketika Anda berkunjung ke Belanda, Volendam. Pada tahun 1920, Volendam merupakan bagian dari pelabuhan yang terletak di dekat kota Edam. Namun pada pertengahan 1930 dibangun sebuah jembatan pemisah dan menyebabkan Volendam tak lagi menjadi bagian dari pelabuhan. Sehingga para nelayan dan petani lokal memutuskan untuk membangun komunitas sendiri di Volendam.

Sekarang, Volendam telah menjadi salah satu atraksi turis terbesar di Belanda. Desa kecil yang dikenal sebagai desa nelayan dan pakaian tradisionalnya ini memang terlihat sangat cantik. Letaknya yang berada di tepi sungai membuat saya merasa wajib berjalan dan menikmati pemandangan tepi sungai. Selain itu, di sini kami juga dapat melakukan aktivitas favorit saya “window sighseeing”. Menurut saudara saya, setiap penduduk Belanda memang senang menghias jendela mereka dengan benda-benda cantik yang personal. Jadi di setiap jendela saya pun dapat melihat berbagai suvenir berpadu dengan aksesori cantik dan tanaman mungil yang diatur secara artistik. Membuat saya tak pernah merasa bosan menyaksikan pemandangan unik ini.

I Amsterdam Card, the Magic Card
Kartu yang dulunya dikenal dengan nama Amsterdam pass ini memiliki banyak fungsi. Dari mulai sebagai kartu diskon, free pass untuk beberapa museum di Amsterdam, hingga (yang terpenting) free ticket untuk transportasi umum (bis, tram dan metro di Amsterdam) di dalam kota, serta free canal cruise. Ada tiga jenis kartu yang dapat Anda pilih, dengan masa berlaku 24 jam (€ 38), 48 jam (€ 48), dan 72 jam (€ 58). Namun harus diperhatikan bahwa transport ticket tidak mencakup kereta Dutch Railways (NS). Info lebih lanjut klik di www.amsterdamcard.com

Windmill Sightseeing
Berkunjung ke Belanda tanpa melihat kincir angin adalah sebuah kerugian besar. Berikut rekomendasi tempat-tempat terbaik untuk melihat – dan berfoto – bersama empat kincir angin yang terletak di Amsterdam:
Molen van Sloten (Akersluis 10): sebuah kincir angin yang juga telah disahkan sebagai kantor catatan sipil.
De 1200 Roe (Haarlemmerweg 465): dibuat pada abad ke-17.
De Gooyer atau Fuenmolen (Fuenenkade 7): juga menjual bir tradisional Belanda.
De Otter (Gillis van Ledenberchstraat 78): dibangun pada tahun 1630 dan merupakan salah satu kincir angin tertua di Amsterdam.

Selain itu, di Volendam Anda juga dapat membeli berbagai suvenir khas Belanda dengan harga lebih murah dibanding dengan yang dijual di pusat kota. Mulai dari gantungan berbentuk sepatu, hingga bel pintu. Tak hanya itu. Volendam juga merupakan tempat yang tepat untuk melakukan foto keluarga dengan menggunakan pakaian tradisional Belanda. Ketika jam makan siang tiba, kami juga tak kebingungan mencari tempat makan. Ada banyak restoran yang berjajar di sepanjang jalan. Seandainya saja saya tahan terhadap dinginnya angin yang menusuk kulit, maka kami dapat menikmati makanan sembari duduk-duduk di kursi yang terletak di tepi jalan. Sayang, saya adalah manusia berdarah panas yang lebih bisa menikmati hawa panas daripada hawa dingin. Jadi karena bagi saya angin di Belanda terasa terlalu menyiksa, maka kami pun memutuskan untuk menikmati makanan di bagian dalam restoran.

Malam telah menjelang. Mengingat perjalanan pulang ke Amsterdam masih cukup jauh, maka kami pun terpaksa melangkahkan kaki untuk pulang. Pulang dengan seribu kesan. Karena selain mendapat kesempatan menyaksikan panorama alam yang indah, kota yang cantik, di sini Anda juga akan disambut dengan keramahan penduduk asli Belanda. Karena menurut saya Belanda adalah salah satu negara dengan penduduk paling ramah di seluruh daratan Eropa. Membuat saya tak pernah dapat melupakan seluruh “kecantikannya”.

The Best Way to Enjoy Amsterdam, by the River
Gunakan Amsterdam Canal Bus Hop-On Hop-Off, yang memiliki dua pilihan jangka waktu penggunaan, 24 jam dan 48 jam. Dengan ini Anda dapat berhenti di 13 titik (Central Station East / West – Rijkmuseum – Leidesplein – Westerplak / Keizergracht – Anne Frank House – City Hall – NEMO – Maritime Museum – Artis Zoo – Tropenmuseum – Rembrandt House – Gassan Diamonds – Rembrandtplein). Namun jangan lupa memperhatikan jam kerja dari canal bus ini, yang berbeda pada masing-masing musim. Harga berawal dari €20 (www.viator.com/tours/Amsterdam/Amsterdam-Canal-Bus-Hop-On-Hop-Off/d525-2544CANAL01).

Kay. N | Foto Kay. N, Dok. istimewa

LEAVE A COMMENT

BACK
TO TOP