Keagungan Pernikahan Tradisi Jawa di Hotel Sheraton Yogyakarta
Bagi kebanyakan orang, menunggu kerap menjadi pekerjaan yang sangat membosankan. Tapi tidak bagi Silfi dan Leman. Perkenalan mereka di penghujung tahun 2004 justru terjadi ketika keduanya tengah berada di bandara Soekarno – Hatta, menunggu keberangkatan pesawat tujuan Yogyakarta.
Bagi kebanyakan orang, menunggu kerap menjadi pekerjaan yang sangat membosankan. Tapi tidak bagi Silfi dan Leman. Perkenalan mereka di penghujung tahun 2004 justru terjadi ketika keduanya tengah berada di bandara Soekarno – Hatta, menunggu keberangkatan pesawat tujuan Yogyakarta.
Setahun setelah berkenalan dan menjalin pertemanan, Leman dan Silfi akhirnya memutuskan untuk berpacaran. Kedekatan yang terjalin selama delapan tahun ini pun sudah tidak mungkin dipisahkan lagi. Atas restu dari kedua belah pihak keluarga, rencana pernikahan keduanya disepakati digelar pada bulan Mei 2014.
Segala persiapan mulai disusun dengan menetapkan tema tradisional Jawa sebagai dasarnya. Darah yang mengalir dalam nadi Silfi yang masih keturunan Hamengku Buwono II, mengetuknya untuk teguh memegang adat tradisi Jawa. Prosesi siraman dan midodareni pun digelar di Museum Ambarrukmo, yang merupakan peninggalan Hamengku Buwono VII di Royal Ambarrukmo Yogyakarta. Siraman sebagai penyucian lahir sang calon pengantin, dan midodareni sebagai persiapan batin, merupakan dua hal penting yang tidak boleh dilewatkan calon mempelai.
Pada puncak perayaan resepsi yang berlangsung di Sheraton Mustika Yogyakarta, nuansa tradisional Jawa tetap dipertahankan. Namun kali ini kesan tradisional tersebut diperluwes dengan padanan warna putih dan ungu sebagai tema warna yang membuat pernikahan tradisional menjadi lebih hidup dan berwarna. Selain permainan warna, penambahan piranti modern di beberapa sisi ruang pun berhasil membawa keharmonisan antara budaya tradisional dan modern.